18 Oktober, 2008

MENJAGA CITRA PERUSAHAAN

Tugas top manajemen sesungguhnya adalah menjaga citra perusahaan
agar selalu baik di mata publik.
Sebab urusan operasional sudah dilakukan karyawan.

Pilot Robert Piche terpaksa melakukan pedaratan darurat Airbus A300-200 yang dikendalikannya di Lajes, sebuah bandara kecil di kepulauan Azores - wilayah Portugal di Samudera Atlantik, pada 24 Agustus lalu. Pasalnya mesin buatan Boeing pada pesawat milik Air Transat (Kanada) itu mati di ketinggian 33.000 kaki (10 ribu meter lebih). 291 penumpang dan 13 awak selamat walau 10 roda pendaratan pecah.Kalau Anda adalah CEO Transat, apa yang dilakukan ?
Sebab peristiwa tersebut pasti membawa banyak dampak bagi bisnis Transat selanjutnya. Paling gampang citra akan menurun lalu diikuti kepercayaan dan sikap sangsi pasar maupun lembaga-lembaga resmi penerbangan. Buntutnya bisnis Transat bisa kacau balau.Contoh lain, kasus Ajinomoto yang disebut oleh Lembaga Pengawsan Obat dan Makanan MUI (Majelis Ulama Indonesia) diragukan kehalalannya. Bila Anda adalah pimpinan perusahaan produk yang banyak sudah puluhan tahun dipakai keluarga-keluarga Indonesia ini pasti pusing tujuh keliling. Betapa merek produk mendadak dipandang buruk dan jutaan produk dipasar harus ditarik. Apa yang harus dilakukan agar usaha kembali normal ? Itulah bukti bahwa bisnis adalah bagian kehidupan, ada kala di atas tapi ada saat krisis terjadi oleh suatu kecelakaan tak terduga.
Bagaimana selanjutnya, terutama bila hal buruk yang terjadi, tergantung manajemen krisisnya memilih tindakan-tindakan. Antara lain dengan strategi komunikasi massa karena baik Transat maupun Ajinomoto adalah perusahaan yang memberi layanan jasa, transportasi dan penyedap masakan.Bagi Transat rupanya tak mudah sehingga mesti menunda lima hari untuk memberi penjelasan tentang kejadian pada armadanya yang menerbangi Toronto ke Lisabon itu. Dari pengalaman pada kejadian terdahulu, reaksi keluarga selalu marah dan media massa menuduing cara pelayanan yang membahayakan jiwa lalu maskapai bersangkutan mesti keluarg banyak biaya untuk promosi serta iklan baru guna memperbaiki citra ketika semua suara sumbang mereda.
Tapi lihatlah berita yang dimunculkan media setelah pengumuman yang terlambat itu. Yang terungkap ternyata berisi cerita kepahlawanan Piche dengan komentar salut dari para penumpang. Sementara keterangan teknis sebab kecelakaan justru memperkuat betapa hebatnya Piche. Dan, merek Transat pun melambung dalam tempo singkat.Piche sendiri digambarkan sebagai sosok yang rendah hati dan amat profesional. "Saya bukan pahlawan dan tak istimewa. Saya sudah dilatih dan dibayar untuk selalu siaga memastikan keselamatan penumpang walau situasi di luar perkiraan," kata Piche, 40.
Sebaliknya Ajinomoto membutuhkan berhari-hari untuk kembali memperbaiki citra. Hari-hari itu pun terasa panjang karena media terus memberitakan dengan mengangkat komentar warga dan pejabat negara termasuk Presiden. Berbagai komentar tak ubahnya polemik berkepanjangan. Pernyataan Presiden Gus Dur ternyata tidak cespleng meredam gejolak isu, malah kebalikan mengundang komentar lebih kritis."Memang tidak ada satu strategi yang ampuh untuk semua situasi. Setiap keadaan perlu kecerdikan sendiri-sendiri," demikian Christovita Wiloto, pelaku komunikasi massa yang pernah menangani Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), lembaga yang hampir tiap hari mendapat sorotan tajam masyarakat dan media.
Karena itulah kemampuan manajemen krisis mesti dimiliki oleh manajemen perusahaan manapun. Seperti Garuda Indonesia yang belakangan terlihat terus menggelar kampanye yang menerangkan bahwa mereka "Kini Lebih Baik" menyusul serangkaian perubahan internasl, setelah masa sebelum sekarang selalu digambarkan sebagai yang selalu terlambat dan pelayanan yang kurang baik terutama kepada orang Indonesia sendiri.Manajemen Garuda ternyata tidak memecah cermin di hadapannya ketika di mata pasar mukanya terlanjur buruk. Tugas Top ManagementKerja manajemen krisis merupakan darah manajemen secara keseluruhan, demikian menurut Christovita.
Sebab manajemen sesungguhnya mengelola sebuah rencana ke arah yang diingini dan meraih nama baik, dan menghindarkan hal-hal yang bisa merugikan. "Manajemen krisis jangan diartikan perlu saat krisis terjadi, justru ketika 'masa damai' lebih perlu buat mencegah krisi," ucap Christovita, yang kini mengibarkan PowerPR.Inti manajemen krisis adalah upaya menanamkan kepercayaan publik. Publik itu terutama yang akan marah bila Anda melakukan kekeliruan. Antara lain, misal pada usaha bank devisa, antara lain bank sentral, pemilik saham, nasabah, pemerintah, bank rekanan dan pesaing, parlemen, media, LSM (YLKI), akademisi perbankan, masyarakat internasional dan karyawan.
Karena begitu luas cakupan maka manajemen krisis sesungguhnya tugas top management. Mereka yang memutuskan suatu strategi komunikasi atau pencitraan kepada internal dan eksternal. Ciptakan isu-isu yang memuaskan pihak-pihak tadi. Pastikan startegi ituadalah hasil analisa terhadap berbagai faktor atau pandangan menurut pihak-pihak itu.Rancang program dan jalankan aktivitas bagi mereka, atau menurut keperluan masing-masing. Contoh jaminan keamanan, kemudahana layanan, keunggulan teknologi, nilai saham yang tetap tinggi dan kepastian telah menjalankan segala aturan pemerintah serta tak merugikan masyarakat. Satu hal lagi, salurkan semua itu dengan cara dan jalur yang tepat. -- dmm ()
Sumber:
Republika Online, Rabu 12 September 2001

Tidak ada komentar: